Penolakan Muncul! Jukir dan PKL Alun-Alun Batu Khawatirkan Smart Gate Parking, Takut Tergeser dan Kehilangan Pendapatan
Kota Batu — Penerapan sistem parkir digital atau Smart Gate Parking di kawasan Alun-Alun Kota Wisata Batu menuai penolakan dari sejumlah juru parkir (jukir) dan pedagang kaki lima (PKL). Mereka menyuarakan kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut akan menggeser peran mereka yang selama ini menjadi bagian dari denyut ekonomi kawasan wisata favorit itu.
Para jukir dan PKL menganggap bahwa kehadiran sistem parkir digital bukan hanya mengancam penghasilan mereka, tetapi juga membuka potensi untuk tidak lagi diberdayakan oleh pemerintah daerah. Hal ini memunculkan keresahan tersendiri, terutama bagi mereka yang telah puluhan tahun menggantungkan hidup di kawasan Alun-Alun.
Kekhawatiran Jukir: Hilangnya Peran dan Pendapatan
Beberapa jukir mengungkapkan rasa khawatir mereka terhadap sistem parkir otomatis yang dinilai akan menggantikan peran manusia. Dengan hadirnya Smart Gate Parking, pengelolaan parkir akan dilakukan secara digital melalui mesin, tanpa memerlukan banyak tenaga kerja manual.
“Saya sudah jadi jukir di sini hampir 15 tahun. Kalau nanti semua dipegang mesin, terus kami mau kerja apa?” ujar salah satu jukir yang enggan disebutkan namanya. Ia menambahkan, selama ini pendapatan yang didapat dari parkir sangat membantu mencukupi kebutuhan keluarganya.
Mereka juga menganggap bahwa tidak semua masyarakat—terutama wisatawan yang datang dari luar daerah—akan dengan mudah beradaptasi dengan sistem digital, sehingga masih diperlukan peran jukir sebagai pendamping atau pengarah.
Keresahan PKL: Sistem Baru Bisa Kurangi Jumlah Pengunjung
Sementara itu, para PKL di sekitar Alun-Alun Batu juga menyampaikan kekhawatiran bahwa penerapan Smart Gate Parking dapat memengaruhi jumlah kunjungan wisatawan. Mereka menilai sistem digital yang terlalu kaku bisa membuat pengunjung enggan masuk karena dianggap menyulitkan, apalagi jika dikenakan tarif lebih tinggi atau sistemnya membingungkan.

Baca juga: Shuttle Bus Wisata Kota Batu Gagal Terealisasi Tahun 2025, Pemkot Fokus Susun Anggaran Ulang
“Kalau orang jadi malas datang ke Alun-Alun karena sistem parkirnya ribet atau mahal, yang rugi bukan cuma jukir, kami para pedagang juga,” ungkap seorang PKL yang sehari-hari berjualan makanan ringan. Ia menambahkan bahwa penurunan jumlah pengunjung bisa berdampak langsung terhadap omzet harian mereka.
Harapan Mereka: Dilibatkan, Bukan Dikesampingkan
Para jukir dan PKL berharap agar Pemkot Batu tidak hanya fokus pada modernisasi, tetapi juga memperhatikan aspek sosial dari kebijakan ini. Mereka meminta agar dilibatkan dalam proses transisi menuju sistem parkir digital—misalnya dengan diberikan pelatihan atau tetap diberdayakan sebagai petugas pendamping sistem.
“Kami bukan anti-kemajuan. Tapi tolong, jangan kami ini langsung disingkirkan. Berikan kami peran dalam sistem baru itu,” pinta salah satu perwakilan jukir dalam diskusi terbuka bersama warga dan perwakilan pemerintah.
Respons Pemerintah Masih Ditunggu
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Pemkot Batu mengenai penolakan ini. Namun, sejumlah aktivis sosial dan komunitas warga mendesak agar pemerintah membuka ruang dialog dengan para jukir dan PKL sebelum menerapkan kebijakan secara penuh.
Langkah modernisasi kawasan wisata memang penting untuk menciptakan tata kelola yang lebih tertib dan efisien, namun tetap harus diiringi dengan keberpihakan terhadap masyarakat kecil yang selama ini menjadi bagian dari sistem informal di area tersebut.
Jika tidak dikelola dengan bijak, bukan tidak mungkin Smart Gate Parking malah memunculkan persoalan sosial baru di tengah upaya modernisasi kota.